Kondisi Sungai Martapura makin hari kian mengkhawatirkan. Selain tercemar kandungan logam berat, sungai terpanjang di Kalsel itu rupanya sudah terkontaminasi mikroplastik yang berbahaya bagi tubuh manusia.
*
Fakta mencengangkan ini diungkap oleh organisasi lingkungan Ecological Observation and Wetland Conservation (Ecoton) saat melakukan Ekspedisi Sungai Nusantara di Banjarmasin.
Penjelajahan tim Ecoton dari 26 Agustus-1 September membuahkan temuan bahwa terdapat ratusan partikel mikroplastik di tiga sampel Kota Seribu Sungai.
“Sampel diambil di perairan bawah Jembatan Benua Anyar, Tugu Patung Bekantan, dan Jembatan Sungai Pengambangan,” kata Direktur Eksekutif Ecoton Prigi Arisandi.
Cemarnya Sungai Martapura semakin dikuatkan dengan ditemukannnya partikel mikroplastik di dalam tubuh ikan seperti Nila, Patin, Seluang dan Lais.
Kata Prigi, jenis ikan yang terakhir itu mengandung paling banyak partikel mikroplastik. “Ada 135 partikel di dalam lambung ikan lais,” ungkapnya.
Dia menambahkan, dengan ditemukannya mikroplastik dalam tubuh ikan tentu menjadi ancaman baru karena racun mikroplastik akan berpindah dari tubuh ikan pada tubuh manusia yang mengonsumsi ikan.
Mikroplastik, Apa dan Kenapa Berbahaya Bagi Tubuh?
Dari riset Ecoton, mikroplastik merupakan serpihan dari limbah plastik berukuran kurang dari 5 mm yang berasal dari hasil pemecahan dari sampah plastik seperti tas kresek, Styrofoam, botol plastik, sedotan, alat penangkap ikan, popok dan sampah plastik lainnya.
Lantaran paparan sinar matahari dan pengaruh fisik pasang surut maka sampah plastik ini akan rapuh dan terpecah menjadi remah-remah kecil.
Mikroplastik termasuk senyawa pengganggu hormone sehingga apabila masuk ke dalam tubuh manusia akan mempengaruhi sistem hormone reproduksi dan metabolisme.
“Salah satu dampah mikroplastik dalam tubuh manusia adalah diabetes mellitus, penurunan kualitas dan kuantitas sperma dan menopause lebih awal” beber Prigi.
Lebih menjelaskan bahwa mikroplastik di air akan mengikat polutan di air seperti logam berat, pestisida dan detergen dalam air.
Lantas, apa solusinya? Prigi mengatakan engatasi pencemaran mikroplastik bisa dilakukan dengan cara mengurangi konsumsi sampah plastik secara masif.
Menurut Prigi, pemerintah bisa membuat aturan lebih mengikat soal ini, dan menyediakan lebih banyak tempat sampah agar limbah plastik tidak dibuang sembarangan ke sungai.
“Warga umumnya membakar sampah, menimbun dan membuangnya ke sungai, tiap tahun Indonesia membuang 3 juta ton sampah plastik ke laut melalui sungai dan menjadikan Indonesia menjadi penyumbang sampah plastik terbesar kedua setelah China,” tutur Prigi.
Sudah Sampai ke Telinga Pemda
Hasil riset ini menjadi topik diskusi serius di lingkungan Pemerintah Kota Banjarmasin dan Pemprov Kalimantan Selatan.
Kabid Pengawasan Lingkungan DLH Kota Banjarmasin Khuzaimi mengakui pemkot belum pernah melakukan pengujian mikroplastik.
Untuk itu, Khuzaimi bilang pemerintah sudah menggelar pertemuan dengan Ecoton untuk mendiskusikan permasalahan ini.
Pertemuan yang juga mengundang sejumlah akademisi dari Universitas Lambung Mangkurat (ULM) menghasilkan sejumlah kesimpulan. Tim Ecoton, Clara mengirimkan hasil pertemuan.
Pertama, pemerintah bersama semua pihak diminta untuk menyosialisasikan bahaya plastik dan mikroplastik.
Kedua, pemerintah diminta melakukan revisi sejumlah peraturan daerah terkait pengelolaan sampah.
Ketiga, pemerintah membangun lebih banyak sarana pengangkut sampah.
Keempat, pemerintah diminta membangun TPS di setiap RT dan kelurahan
Kelima, meminta produsen untuk menjalankan Extended Producer Responsibility (EPR).
Keenam, melokasikan titik pencemaran sungai dari hulu hingga hilir. (crx)