Media Desak KPK Agar Cepat Dipersidangkan Bagi Oknum Palsukan LHKPN

Media Desak KPK

 

REDAKSI LINTAS, KAYUAGUNG – Pemerintahan Kabupaten Ogan Komering Ilir diulas kembali dari media cetak Majalah Hitam Putih dan diambil dari e-lhkpn ASMAR WIJAYA (AW) telah diduga melakukan tindak pemalsuan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) pada tahun 2020.

Pada tahun 2020 (AW) Menjabat sebagai Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Kabupaten Ogan Komering Ilir(DPRKP Kab. OKI) akan tetapi (AW) membuat (LHKPN) sebagai Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang(DPUPR) Kab. OKI.

Media Desak KPK

Serta Di periode tahun 2019 sampai 2020 mengalami peningkatan dalam harta kekayaan sebesar 88%.
Total harta kekayaan dari tahun 2019 sebesar Rp 1.717.000.000 yang pada saat itu menjabat sebagai Kepala DINAS PENANAMAN MODAL DAN PELAYANAN SATU PINTU

Total harta kekayaan di tahun 2020 sebesar Rp 3.228.000.000 yang pada saat itu menjabat sebagai Kepala (DPUPR) yang semustinya (DPRKP)

Perbandingan seluruh harta kekayaan dari tahun 2019 sampai 2020 jika di persentase kan mengalami peningkatan yang sangat pesat sebesar 88% serta di nominalkan sebesar Rp 1.511.000.000 angka yang sangat fantastis dalam kurun waktu satu tahun,Sedangkan (AW) dalam membuat (LHKPN) yang berisikan aset tetap tanpa adanya aset bisnis atau usaha apapun.

Asmar Wijaya (AW) “Kaukan sdh koord dg pak dul, katonyo besok nak ngadap aku,Td sdh kuomongkan dg pak dul sore ini, kato pak dul sdh se omongan dg kau besok”(dengan bahasa Khas Pelembang)jelasnya..!!

Awak media sudah berupaya untuk mengikuti arahan dari(AW) bertujuan mengkonfirmasi ulang dan meminta klarifikasi akan tetapi Sampai berita ini mencuat kedua kalinya belum ada tanggapan dari pihak manapun.

Jerat Hukum untuk Pemalsuan LHKPN
Meskipun UU No. 28 Tahun 1999 tidak secara eksplisit mengatur sanksi pidana yang tegas untuk pemalsuan (hanya sanksi administratif/etik), tindakan memalsukan data LHKPN dapat dijerat melalui:

Pasal 263 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang Pemalsuan Surat. Para ahli hukum menyatakan pasal ini dapat menjadi instrumen untuk menindak pejabat yang berbohong atau memalsukan isi LHKPN karena laporan tersebut dianggap sebagai dokumen resmi.

Peraturan Komisi Pemberantasan Korupsi (Perkom) No. 3 Tahun 2024 dan peraturan terkait lainnya mengatur sanksi administratif dan etika, seperti rekomendasi penjatuhan hukuman disiplin oleh pimpinan instansi terkait bagi penyelenggara negara yang tidak melaporkan harta secara lengkap dan benar.

Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001). Meskipun LHKPN itu sendiri bukan objek kriminalisasi langsung, ketidakwajaran harta kekayaan yang terungkap dari LHKPN dapat menjadi pintu masuk bagi KPK untuk melakukan penyelidikan lebih lanjut terkait tindak pidana korupsi, termasuk dugaan penerimaan gratifikasi atau pencucian uang.

Dari tindakan tersebut mengarah ke pasal :
Pasal 3 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Tipikor

“Setiap orang yang menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara…”

Ancaman Hukuman:
Penjara 1–20 tahun serta denda Rp50 juta – Rp1 miliar
Pasal 2 Ayat (1) UU Tipikor, jika ditemukan unsur memperkaya diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum

Ancaman Hukuman:
Penjara 4–20 tahun serta didenda Rp 200 juta hingga Rp 1 miliar.

Apabila terbukti melakukan tindakan korupsi serta telah mengganti kerugian negara :

Berdasarkan Pasal 87 ayat (4) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara dan ditegaskan kembali dalam Putusan Mahkamah Konstitus.

“Bahwa Aparatur Sipil Negara terpidana korupsi harus dijatuhi sanksi administrasi berupa Pemberhentian Tidak Dengan Hormat”(Ari/Tim/RL)

Writer: SahilinEditor: RAHMA