REDAKSI LINTAS, BANJARBARU – Dalam upaya memperkuat ketahanan wilayah pesisir terhadap dampak perubahan iklim dan bencana hidrometeorologi, Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Kalimantan Selatan memperkenalkan pendekatan baru dalam program rehabilitasi ekosistem pesisir. Inovasi ini disebut metode hybrid engineering, yaitu kombinasi antara rehabilitasi ekosistem alami dan penggunaan struktur fisik ramah lingkungan.
Kepala DKP Kalsel, Rusdi Hartono, menjelaskan bahwa program ini merupakan bagian dari strategi mitigasi perubahan iklim dan penanganan kawasan pesisir kritis di wilayah Kalimantan Selatan.
“Ini berkaitan dengan kegiatan mitigasi perubahan iklim di kawasan pesisir. Kami banyak bergerak di zona APL (Area Penggunaan Lain), khususnya di kawasan yang dianggap kritis,” ujar Rusdi di Banjarbaru, Selasa (21/10/2025).
DKP Kalsel selama ini fokus pada tiga ekosistem utama: mangrove, terumbu karang, dan lamun. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, rehabilitasi difokuskan pada ekosistem mangrove dan terumbu karang, terutama di area kritis yang rentan terhadap abrasi, banjir rob, dan peningkatan muka air laut.
“Metode sebelumnya tanam murni dengan jarak 1×1 meter. Tapi tidak semua kondisi cocok. Karena itu, kami kini kembangkan metode baru: hybrid engineering, yaitu kombinasi struktur fisik dan kaidah konservasi,” paparnya.
Menurut Rusdi, pendekatan ini lebih ramah lingkungan dibandingkan metode struktur fisik konvensional yang biasa digunakan sektor lain, seperti pemecah ombak dari beton atau semen.
“Kalau sektor lain seperti PU atau BPBD menggunakan struktur fisik penuh. Kami menggunakan struktur fisik yang mudah didapat masyarakat, dengan tetap menjaga prinsip konservasi,” jelasnya.
Selanjutnya, DKP Kalsel juga telah melaksanakan program demplot (demonstration plot) untuk metode hybrid engineering yang telah dilaksanakan tahun ini di Pagatan Besar, Kecamatan Takisung, Kabupaten Tanah Laut. Hasil dari demplot ini akan dijadikan dasar pelaksanaan skala lebih besar pada tahun 2026 di dua kabupaten prioritas, yaitu Tanah Bumbu dan Kotabaru.
“Kami prediksi tingkat keberhasilan metode ini mencapai 80–90 persen secara teknis. Selain mengurangi abrasi dan banjir rob, metode ini juga meningkatkan ketahanan ekosistem pesisir secara berkelanjutan,” tambah Rusdi.
Lebih jauh, DKP Kalsel juga menekankan pentingnya pendekatan sosial dan pemberdayaan masyarakat pesisir, sebagai bagian integral dari mitigasi bencana.
“Struktur fisik saja tidak cukup. Ada seksi lain seperti pemberdayaan masyarakat, yang menangani edukasi, pelibatan kelompok masyarakat hingga pelajar, yang dipimpin oleh Ibu Husna,” tutup Rusdi.
Dengan penguatan infrastruktur berbasis lingkungan serta pemberdayaan masyarakat, DKP Kalsel berharap model hybrid engineering dapat menjadi contoh nasional dalam penanganan kawasan pesisir yang berkelanjutan. (MC Kalsel/RL)