BKPSDM OKI Stop Langganan Media Cetak Mulai 2026, Reaksi Kritik dan saran Mencuat

BKPSDM OKI

REDAKSI LINTAS, KAYUAGUNG – Kabar kurang sedap bagi industri media cetak di Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI). Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) OKI mengumumkan penghentian berlangganan surat kabar, majalah, dan media cetak lainnya mulai tahun 2026. Keputusan ini memicu reaksi beragam dari berbagai kalangan, termasuk praktisi hukum dan pengamat kebijakan publik.

Keputusan ini tertuang dalam surat pemberitahuan Nomor: 800/63.11/BKPSDM/2025 yang ditujukan kepada seluruh pimpinan media cetak. BKPSDM OKI beralasan, langkah ini diambil sebagai tindak lanjut dari Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja Dalam Pelaksanaan APBN dan APBD Tahun Anggaran 2025, serta surat-surat terkait dari Kementerian Keuangan dan Bupati OKI.

Dalam surat tersebut, BKPSDM OKI menegaskan bahwa tidak ada alokasi dana anggaran untuk berlangganan media cetak di tahun 2026, sehingga kerjasama berlangganan dengan media-media tersebut tidak dapat dilanjutkan.

Praktisi Hukum: Langkah Mundur, Harus Lebih Transparan!

Penghentian langganan media cetak oleh BKPSDM OKI ini menuai kritik dari praktisi hukum nasional, H. Alfan Sari, SH, MH, MM. Menurutnya, langkah ini merupakan sebuah kemunduran dalam upaya membangun ekosistem informasi yang sehat di daerah.

“Di era digital seperti sekarang ini, media cetak memang mengalami tantangan yang berat. Namun, peran media cetak sebagai sumber informasi yang kredibel dan mendalam tetap tidak bisa digantikan sepenuhnya oleh media online,” ujar H. Alfan Sari.

Ia menambahkan, penghentian langganan media cetak oleh pemerintah daerah akan berdampak pada berkurangnya akses masyarakat terhadap informasi yang berkualitas. Selain itu, langkah ini juga dapat mematikan industri media cetak lokal yang selama ini menjadi mitra pemerintah dalam menyampaikan informasi kepada masyarakat.

“Pemerintah daerah seharusnya lebih bijak dalam mengambil keputusan. Efisiensi anggaran memang penting, tetapi jangan sampai mengorbankan kepentingan masyarakat untuk mendapatkan informasi yang akurat dan berimbang,” tegasnya.

Pengamat kebijakan publik, Dr. Taufik Rahman, turut menyuarakan keprihatinannya. Ia menilai bahwa Pemkab OKI harus lebih transparan dalam menjelaskan alasan penghentian langganan media cetak ini.

“Apakah benar-benar karena alasan efisiensi anggaran atau ada alasan lain yang tersembunyi? Pemkab OKI harus membuka data dan informasi secara transparan kepada publik agar tidak menimbulkan kecurigaan,” kata Dr. Taufik Rahman.

Ia juga mengingatkan bahwa media merupakan pilar keempat demokrasi. Pemerintah daerah seharusnya mendukung keberadaan media sebagai kontrol sosial dan mitra dalam pembangunan daerah.

“Jika pemerintah daerah justru membatasi akses media terhadap informasi dan mematikan industri media lokal, maka hal ini akan berdampak buruk bagi kualitas demokrasi di daerah tersebut,” pungkasnya.

Hingga berita ini diturunkan, pihak BKPSDM OKI belum memberikan tanggapan resmi terkait kritik dari para pengamat tersebut. (SH/RL)