Republik Minus Kepercayaan

oleh: Pribakti B *) 

Di negara-negara Barat , rasa saling percaya antar sesama warga negara tumbuh dengan baik. Tetapi karena ada tenggang rasa, diantara mereka tidak ada yang ingin saling membebani. Mereka sibuk dengan urusan pribadinya masing-masing. Mereka sangat individualistis. Di negara kita, rasa saling percaya belum tumbuh dengan baik . Karena didorong rasa saling curiga, diantara kita sulit menjalani kerja sama. Maka kita pun sibuk dengan urusan kita masing-masing. Kita menjadi sangat individualistis.

Jadi , antara Barat dan kita sama saja. Sama-sama individualistis. Cuma , ada perbedaan alasan  yang mendasar antara keduanya. Kalau hidup di negara Barat, di Amerika atau Inggris misalnya, seseorang tidak boleh sembarangan menitipkan pada orang lain yang belum dikenal dengan baik. Alasannya, karena semangat individualisme di Barat sangat tinggi. Mereka hidup dalam masyarakat individualis, membebani orang lain sebisa mungkin dihindari.

Seperti di Barat, di Indonesia, kita juga tidak boleh sembarangan menitipkan barang pada orang lain yang belum kita kenal dengan baik. Tetapi , alasannya bukan karena individualisme seperti di Barat, melainkan karena di antara kita tidak adanya rasa saling percaya, apalagi dengan seseorang yang belum kita kenal dengan baik. Tidak adanya rasa saling percaya telah membuat suasana hidup kita terbalut individualisme. Semangat individualisme kita bahkan melebihi mereka yang hidup di negara-negara individualistis.

Itulah sebabnya, mengapa bangsa kita begitu sulit keluar dari krisis . Kita senantiasa gagal mengatasi persoalan-persoalan krusial yang dihadapi bangsa ini. Karena di antara kita tidak ada rasa saling percaya. Kita terperangkap dalam masyarakat minus kepercayaan, yakni masyarakat yang terdiri dari individu-individu yang tidak memiliki rasa saling percaya satu sama lain. Rasa tidak saling percaya itu dapat kita temukan dalam unit keluarga, ormas, partai politik, kementerian atau bahkan dalam tubuh lembaga-lembaga negara.

Yang paling baru belakangan ini adalah ketidakpercayaan Mendikbud Nadiem Makarim untuk membangun Aparatur Sipil Negara (ASN) Kemendikbud Ristek menjadi tim yang solid  dengan melibatkan 400 anggota tim bayangannya yang setara dengan direktur jenderal (dirjen) pada direktorat yang ada di Kemendikbud Ristek. Pernyataan itu disampaikan Nadiem dalam rangkaian United Nation Transforming Education Summit di Markas besar PBB. Padahal bisa jadi dari sisi ilmu dan pengalaman , ASN Kemendikbud Ristek jauh lebih mumpuni dari Nadiem.

Begitu juga dalam keluarga , tak sedikit diantara para suami yang handphonenya selalu diperiksa istri. Kalau-kalau terselip pesan-pesan mesra dari perempuan lain. Antara satu ormas atau satu partai politik dengan yang lainnya, juga tidak rasa saling percaya. Banyak pemimpin ormas yang mencibir keberhasilan pemimpin ormas lain. Alih-alih menjalin kerja sama untuk memakmurkan rakyat, antara partai politik malah saling menjatuhkan. Jika ada pejabat yang terkena musibah, bukan dibantu malah dituding tak becus, hanya karena bukan berasal dari partai sendiri. Sebaliknya pejabat yang sudah terbukti gagal atau korupsi , karena berasal dari partai sendiri, dibela atau bahkan dipuji.

Dalam tubuh lembaga-lembaga negara juga belum tertanam rasa saling percaya. Contoh nyata Dewan Perwakilan Daerah (DPD) tidak percaya pada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) atau sebaliknya. Hal ini semakin menyakinkan saya, betapa rasa saling tidak percaya satu sama lain di antara kita memiliki spektrum yang luas: meliputi antar individu, antar lembaga negara, antar golongan dan antar partai politik. Timbul pertanyaan, sudah begitu akutkah gejala ketidakpercayaan masyarakat di negeri ini sehingga kemauan untuk meningkatkan peranan DPD saja harus dicurigai sebagai upaya memasukkan kepentingan-kepentingan politik tertentu yang dinilai  destruktif bagi keutuhan bangsa dan negara. Padahal sebagai lembaga negara, DPD lahir berdasarkan kesepakatan nasional berupa amandemen ketiga UUD 1945 yang disahkan dalam sidang tahunan MPR.

Namun realitanya, posisi dan peranan DPD tak ubahnya seperti LSM dan Ormas yang belum bisa mengusulkan, membahas dan memberikan pertimbangan kepada DPR atas Rancangan Undang-Undang (RUU) yang berkaitan dengan otonomi daerah. Posisi inilah yang membuat para anggota DPD tak bisa berkutik. Perwakilan Daerah jadi loyo. Kenapa? Karena usulan, pertimbangan dan pengawasan DPD sepenuhnya tergantung pada political will DPR. Untuk itu, mereka berupaya mengamandemen kembali UUD 1945, agar posisi DPD ditingkatkan. Sayangnya , upaya mereka belum mendapatkan respon yang proporsional. Alih-alih mendapat dukungan , mereka malah dicurigai sebagai kelompok yang ingin mencabik-cabik keutuhan bangsa.

Republik ini lahir karena semangat kebersamaan. Beragam suku bangsa dan pemeluk agama bersatu dan melahirkan apa yang kita sebut sebagai Republik Indonesia. Tapi apa yang terjadi sekarang? Kini Republik ini begitu rapuh. Rasa saling percaya telah hilang di antara kita. Bahkan terhadap segenap anggota DPD, yang sudah dipilih secara demokratis dan seyogyanya diberi kepercayaan untuk mewakili aspirasi rakyat di wilayahnya masing-masing pun masih dianggap tidak bisa dipercaya. Aneh.

Yang pasti semakin kita hidup dalam suasana masyarakat minus kepercayaan , akan semakin besar masalah-masalah yang kita hadapi. Karena sekecil apapun masalah, bila ditangani dengan rasa saling curiga (apalagi dengan pertikaian) , tidak mungkin bisa diatasi. Maka tidak salah bila ada yang berpendapat bahwa hancurnya suatu bangsa adalah karena tidak adanya rasa saling percaya antar sesama anggota masyarakat. Rasa saling percaya adalah salah satu komponen modal sosial yang menjadi kekuatan dan daya tahan suatu bangsa

Jika kita menginginkan Republik ini terus bertahan dan maju, tak ada jalan lain kecuali dengan menumbuhkan modal sosial yang unsur-unsurnya terdiri dari partisipasi dalam suatu jaringan, kepercayaan, norma-norma sosial , nilai-nilai dan tindakan-tindakan yang proaktif. Modal sosial harus kita tumbuhkan mulai dari diri kita sendiri masing-masing, dalam keluarga kita, organisasi yang kita ikuti, dan dalam seluruh aspek kehidupan berbangsa dan bernegara yang kita jalani. Dengan modal sosial yang memadai , sebesar apapun masalah yang ada di Republik ini, niscaya terasa ringan dan mudah diatasi.

*) Dokter RSUD Ulin Banjarmasin

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *